Sabtu, 28 Mei 2016

Komputasi linguistic

Linguistik komputasi (bahasa Inggris: computational linguistics) adalah bidang antardisiplin yang mengkaji pemodelan bahasa alami dengan statistika dan berbasis aturan dari sudut pandang komputasi. Pemodelan ini tidak dibatasi pada suatu bidang tertentu dari linguistik. Bidang studi yang  dilibatkan dalam linguistik komputasi di antaranya adalah ilmu komputer, kecerdasan buatan, matematika, logika, ilmu kognitif, psikologi kognitif, psikolinguistik, dan antropologi.
Computational Linguistic (CL) ialah salah satu bidang computer science yang fokus pada interaksi antara manusia dengan komputer melalui bahasa alami. NLP merupakan salah satu cabang dari Artificial Intelligence (AI) dalam upaya memahami, dan menghasilkan bahasa-bahasa alami secara otomatis. Tujuan dari NLP adalah membuat sistem komputer menggunakan bahasa alami sebaik yang dilakukan oleh manusia, dan komputer dapat mengolah teks dan ucapan secara cerdas. Computational Linguistic merupakan ilmu gabungan dari Natural Language Generation (NLG), dan Natural Language Understanding (NLU). NLG berfokus kepada proses mengubah informasi dari database komputer menjadi bahasa manusia, sedangkan NLU mengubah bahasa manusia ke representasi yang lebih formal sehingga program komputer lebih mudah memanipulasi, dan memahami maksud dari bahasa alami tersebut.
Peran Ilmu Linguistik dalam bidang Komputasi cukup penting, sebagai contoh dalam penyusunan program komputer. Penyusunan program komputer melalui bahasa manusia berpedoman kepada bahasa formal.
Aturan bahasa formal yang digunakan adalah ekspresi reguler (regular expression) melalui gramatika reguler serta gramatika bebas konteks (CF)13. Kalau komputer kita anggap sebagai alat komputasi, maka peranan bahasa formal di dalam komputasi merupakan peranan linguistik di dalam komputasi. Mereka berkembang menjadi linguistik komputasional sampai menjadi disiplin tersendiri di bidang linguistik atau di bidang informatika. Bahkan mereka digunakan juga di dalam matematika. Linguistik komputasional tidak saja berkenaan dengan kompilator melainkan juga melahirkan berbagai bidang ilmu seperti speech recognizer, speech synthesizer, sampai ke penerjemahan bahasa.


Beberapa contoh yang termasuk dalam aplikasi Computational Linguistik adalah :
1. Wordnet
 WordNet  merupakan sebuah database kamus bahasa Inggris yang dikembangkan oleh PrincetonUniversity. Perbedaan antara WordNet dengan kamus bahasa pada umumnya adalah kamus bahasa memfokuskan pada kata sedangkan WordNet memfokuskan diri kepada makna kata. Satu makna dalam WordNet dapat dinyatakan dengan synset (synonym set), yaitu kumpulan kata yang merepresentasikan suatu makna. Selain dari representasi makna, di dalam WordNet juga terdapat relasi/hubungan antar makna seperti hipernim, hiponim, holonim, meronim, dll.

Wordnet di indonesia ialah WordNet bahasa Indonesia yang merupakan sebuah database yang dikembangkan oleh Lab Information Retrieval Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Pengembangan WordNet bahasa Indonesia menggunakan pendekatan expand approach sehingga struktur dari WordNet bahasa Indonesia menyerupai struktur dari WordNet yang dikembangkan oleh Princeton University. Saat ini, WordNet bahasa Indonesia mempunyai 1203 synset (synonym set) dan 1659 kata unik di dalamnya. Jumlah relasi semantik yang dapat dibuat dari synsetyang ada mencapai 2261 relasi. 

2. Machine Translation
Perangkat lunak Mesin Penerjemah (Machine Translation Tool) adalah perangkat lunak yang berfungsi untuk mengganti manusia dalam menerjemahkan teks bahasa sumber menjadi teks bahasa sasaran. Campur tangan manusia tidak diperlukan saat proses penerjemahan dilakukan (mungkin sebatas beberapa klik tetikus) karena semua proses telah diprogram sebelumnya. 

3. Question Answering System
Question answering system (QA system) adalah sistem yang mengijinkan user menyatakan kebutuhan informasinya dalam bentuk natural language question (pertanyaan dalam bahasa alami), dan mengembalikan kutipan teks singkat atau bahkan frase sebagai jawaban.


4. Text Summarization
          Text summarization adalah proses mengurangi dokumen teks dengan program komputer untuk menciptakan sebuah ringkasan yang mempertahankan poin yang paling penting dari dokumen asli. . Metode Ekstraksi bekerja dengan memilih bagian dari kata yang ada, frase, atau kalimat dalam teks asli untuk membentuk ringkasan.Sebaliknya, metode abstraksi membangun sebuah representasi semantik internal dan kemudian menggunakan teknik bahasa generasi alami untuk membuat ringkasan yang lebih dekat dengan meringkas secara manual . Metode The state-of-the-art abstraktif masih cukup lemah, sehingga sebagian besar penelitian telah difokuskan pada metode ekstraktif.


Dalam masyarakat global yang makin intensif dalam pengembangan dan pemungsian teknologi, serta makin ekstensif dalam pergaulan antarbangsa dan persaingan industri, ilmu-ilmu sosial dan humanitas menghadapi tantangan baru untuk bisa menjelaskan ko-evolusi teknologi dan masyarakat, dan untuk bisa turut membangun iklim yang demokratis bagi penentuan arah dan pilihan-pilihan dalam kebijakan iptek. Di awal 1990-an di Eropa dan AS, kesadaran demikian telah memicu tumbuh-berkembangnya bidang-bidang multidisiplin baru di bawah payung keilmuan Science & Technology Studies, dan pusat-pusat riset multibangsa seperti Infonomics di Belanda. Kajian multidisiplin ini memandang lintasan perkembangan sains dan teknologi sebagai fenomena kompleks, yang di samping berdimensi teknis, juga berdimensi sosial, politik, dan kultural. 

**

PEMERINTAH Republik Indonesia di tahun 1962 membentuk Kementrian Urusan Riset Nasional Republik Indonesia, sebagai antisipasi terhadap Kebijakan Pembangunan Semesta 8 Tahun (1961-1968). Pada Kabinet Pembangunan II tahun 1978, kantor Menteri Negara Riset berubah menjadi Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 5 disebutkan, "Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan bangsa." 

Dalam kaitannya dengan ini Kementrian Riset dan Teknologi (KRT) diberi tugas untuk merumuskan kebijaksanaan, melakukan koordinasi, dan melaksanakan pengelolaan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi. KRT saat ini didukung oleh tujuh Lembaga Penelitian Non Departemen (LPND), yaitu: LIPI, Lapan, Bakosurtanal, Batan, BSN, Bapetan, dan BPPT. Selain itu, terdapat lembaga iptek non LPND yaitu Dewan Riset Nasional, Lembaga Eijkman, Puspiptek, Agro Techno Park, dan Pusat Peragaan Iptek (PP Iptek). 

Sepanjang tahun 2004, telah tercapai sejumlah prestasi yang sangat membanggakan seperti aplikasi teknologi DNA (oleh Laboratorium Forensik DNA Lembaga Eijkman) untuk mengidentifikasi korban dan pelaku terorisme, penemuan pepaya kecil super sweet IPB-1 dan pepaya besar IPB-2 (melalui RUSNAS), penemuan bibit padi unggul padi sawah Atomita I-IV (oleh Batan) di Cilosari, Woyla, Merauke, dan teknologi pengawetan bahan pangan. Bakosurtanal telah sukses menemukan Vektor Medan Laju Percepatan Gerakan Lempeng Tektonik Aktif di wilayah Indonesia dan membuat peta perbatasan serta peta potensi daerah. Penyatuan geoid dan datum tinggi penentuan tanggal 1 Syawal dicapai dalam program Mawaqit. 

KRT, bekerja sama dengan Departemen Sosial, melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam melalui bantuan pembangkit listrik, peraga pendidikan, pelatihan bagi utusan adat. Sementara itu, BPP Teknologi terus melaksanakan kajian-kajian kelautan nasional dan internasional, dan telah melaksanakan lebih dari 100 pelayaran melalui kapal riset Baruna Jaya. Proses rancang bangun Pesawat Terbang Tanpa Awak (remotely piloted vehicle), kapal patroli cepat 14 m dan Teaching Industri Kelapa Sawit berskala medium, telah memasuki proses penyelesaian.

Pada tahun 2004, sejumlah peneliti di lingkungan LPND dan universitas memperoleh penghargaan internasional seperti Fellowship L'Oreal-Unesco for Woman in Science, Peneliti terbaik dari Yayasan Toray Indonesia, medali emas pada "International Exhibition of Invention New Technique and Product" (Fakultas Perikanan Univ. Bung Hatta, Padang). Tak kalah membanggakannya, pada tahun 2004 pelajar-pelajar Indonesia berhasil meraih penghargaan-penghargaan internasional. George Saa, pelajar SMU Jayapura, memperoleh The First Step to Nobel Prize di bidang fisika di Polandia, Yudistira Virgus, siswa SMU Palembang, meraih medali emas dalam Olimpiade Fisika Internasional di Korea Selatan. Temuan-temuan teknologi di masyarakat awam juga bermunculan, seperti teknologi pembuat makanan pathi telo (Pathilo) oleh Wahono, dari Gunung Kidul, teknologi listrik accu oleh H. Syaifudin dari Mataram, Lombok, NTB.

Di samping prestasi-prestasi yang membanggakan ini, dunia riset dan iptek Indonesia masih menghadapi tantangan yang besar. Yang utama adalah memantapkan kebijakan riset dan iptek nasional (national research and science & technology policies) secara lebih koheren dan selaras dengan kebijakan-kebijakan pembangunan nasional baik berjangka panjang, menengah, maupun pendek. Berbagai riset perlu diarahkan untuk bisa menghasilkan information base yang absah dan komprehensif bagi pengambilan keputusan di berbagai sektor pembangunan. Dan oleh karena pembangunan ini bermatra jamak (multidimensional), riset-riset pendukung kebijakan perlu lebih berpola multidisiplin, terbuka, komunikatif, dan accountable.

**

KEBIJAKAN riset pada arena global, khususnya di negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) tengah menghadapi tekanan untuk mengubah kinerja, efisiensi, dan dampak dari kegiatan-kegiatan riset. Tekanan ini disebabkan oleh meluasnya kesadaran, terutama sejak periode 1990-an bahwa riset yang didanai publik harus bisa bermanfaat lebih dari sekadar peningkatan pengetahuan. 

Kegiatan-kegiatan riset semakin dituntut untuk bisa:
(a) meningkatkan stok pengetahuan yang berguna,
(b) mendukung dan merangsang interaksi sosial,
(c) menciptakan firma/industri baru, dan
(d) menyediakan pengetahuan sosial dan humanitas untuk menjamin kualitas kehidupan sosial.
Kebijakan riset perlu memastikan terciptanya dampak positif dari riset terhadap keberhasilan ekonomi, kesejahteraan, daya saing, kapasitas inovasi, kualitas kesehatan dan keamanan masyarakat, serta kelestarian biosfer. 

Untuk menjawab tuntutan-tuntutan ini, tampaknya diperlukan sebuah kontrak sosial yang baru bagi iptek, yang didasarkan atas jaminan bagi kolaborasi melalui mediasi politik, ekonomi, dan sains, yang melibatkan para saintis dan aktor-aktor sosial lainnya. Para ahli kebijakan iptek melontarkan gagasan tentang triple helix, sebuah jalinan relasi-relasi baru dari academicians, business people, dan government agencies (ABG), di mana konfigurasi institusional baru ditampilkan dan fungsi-fungsi tradisional universitas dilebur. 

Dalam ko-evolusi kompleks antara teknologi dan masyarakat di abad ke-21 ini, sebuah ruang bersama yang baru dibutuhkan: agora iptek, yakni semacam pusat kehidupan intelektual, politik, komersial, religius, dan sosial di dalam kota. Di ruang publik ini, saintis bertemu dan berinteraksi dengan banyak aktor-aktor sosial lain, mengangkat dan mempertemukan nilai-nilai, dan bersimbiosis. Isu sentral dalam agora ini adalah interaksi, yang menghubungkan produser pengetahuan dengan konsumen pengetahuan, dalam heterogenitas aktor-aktor sosial. Dalam agora iptek ini perlu terdapat ruang bagi indigineous technology dan traditional wisdom untuk bisa tumbuh-berkembang dan berkontribusi dalam memperkaya khazanah iptek nusantara, dengan bertumpu pada prinsip keterbukaan, demokrasi, non-diskriminasi.

Sejumlah permasalahan mendesak untuk segera dijawab. Pemungsian sistem-sistem teknologi yang ada (infrastruktur transportasi, telekomunikasi, informasi dan metrologi, energi, permukiman dan wilayah, industri-industri migas, penambangan, pupuk, pengolahan pangan, tekstil, dan lain-lain, infrastruktur dan perlengkapan pertahanan militer) membutuhkan riset pengembangan dan manajemen untuk menjamin keselamatan (termasuk kapabilitas pencegahan dan penanggulangan bencana alam), kehandalan, dan keakraban lingkungan di dalam setting sosial-politik-kultural global yang kompleks. 

Sektor-sektor usaha dan perbankan swasta perlu lebih diberi peranan dalam menentukan arah pengembangan iptek, terutama dalam pengembangan komoditas-komoditas bermuatan iptek, agar bisa menembus pasar domestik ataupun internasional. Sektor ekonomi riil memerlukan dukungan riset untuk menyempurnakan infrastruktur (IT, energi, sumber daya air) guna mendukung berbagai jenis kegiatan usaha, khususnya dalam menarik investor asing ke dalam dunia usaha domestik. 

Riset dasar di bidang ilmu-ilmu informasi dan komputasi, dan bidang matematika, jika dikembangkan dengan kebijakan yang tepat, selain akan memperkuat budaya ilmiah, juga menyediakan basis penopang inovasi-inovasi di bidang software design & engineering untuk berbagai macam aplikasi dan pemodelan di berbagai sektor pembangunan. Riset dasar yang menggali potensi biodiversitas nusantara juga berpeluang tinggi untuk berkembang menjadi teknologi yang strategis, untuk menopang ketahanan pangan (mencakup sandang dan kesehatan), dan ketahanan dalam pertahanan. Bidang informasi dan biodiversitas ini juga berpeluang menarik investasi riset internasional ke dalam negeri.

Di abad ke-21 ini, trans-disiplineritas yang menjembatani sains, ekonomi, dan politik menjadi kunci dalam memobilisasi kapital intelektual masyarakat. Hal ini disepakati dalam sebuah konferensi internasional di Switzerland, 2000, yang dihadiri ratusan universitas, puluhan perusahaan dan perwakilan pemerintahan. Bukan saja ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu fisis yang dipertemukan dalam agora/alun-alun iptek yang baru, tetapi juga bidang-bidang humanitas (seperti sejarah, literatur, dan filsafat). Melampaui matriks disipliner dan matriks sektoral, tampaknya segenap Anak Bangsa semakin perlu berdialog dan berbagi peran dalam simfoni orkestra iptek nusantara, yang menghadirkan riset dan iptek bagi kesejahteraan, martabat, dan peradaban masyarakat hari ini dan generasi-generasi masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar